Blend In, Labelling, and Else

by - February 27, 2018


Semua orang berproses. Kapan mulai dan selesainya, ngga bakal ada yang tahu, karena sejatinya pada diri setiap manusia itu pasti selalu ada perubahan. Baik fisik, sikap, ataupun perilaku. Lingkungan baru, berarti lo harus bisa menyesuaikan diri lo ke keadaan di tempat tersebut. You should blend with it, eventhough you may not like it.

Gue yang di masa SMA ngga pernah berpikir bahwa akhirnya gue bakal melanjutkan pendidikan dengan jurusan dan institusi yang benar-benar melenceng dari rencana awal gue. Dari visi gue dulu. Ngga pernah terbesit bahwa gue harus belajar hal yang dulunya amat sangat gue hindari. Juga segala kegiatan di luar akademik, yang dulu gue pikir “mustahil” bisa gue lakuin. Dan ternyata semua itu sekarang menjadi bagian dari perjalanan hidup gue kedepannya.

Dulu, gue berpikir hal-hal yang gue capai sekarang itu mustahil. Bisa menjadi bagian dari 250 orang dari seluruh provinsi di Indonesia adalah mustahil. Bisa kuat dan tahan melakukan segelintir kegiatan yang dulu gue anggap berat dan termasuk kategori “are you kidding me?” adalah mustahil. Tapi ternyata, gue berhasil menghancurkan tembok kemustahilan itu.

Perasaan bangga sudah pasti ada. But still, hati ini terkadang suka berubah-ubah. Ada kalanya gue mulai untuk embracing this whole new situation. Tapi di benak gue yang lain, masih ada perasaan mengganjal. Is this really my fate? Am I really destined to be the person I am now? Dan segala pertanyaan-pertanyaan lainnya di kala gue sedang merenung di kamar.

Terkadang hati ini sedikit meringis melihat teman-teman gue dapat berekspresi sesuka mereka. Merasakan jiwa muda yang sesungguhnya, dalam artian kata yang baik. Bebas mengikuti event-event yang bertebaran untuk menambah pengalaman serta relasi. Bukan, bukan karena gue iri atau gue tidak senang melihat kebahagiaan orang lain. But I want to live my life too. Being the energetic young student who’s very ambitious to pursue her dreams and feel free to choose what she likes and what she wants to do.

Belum lagi terkait sifat-sifat orang di sekeliling gue yang majemuk. Gue harus bisa blend in fast and well. Dan terkadang hal itu membuat gue lelah dan kesal, karena pada akhinya bukan sifat gue yang sebenarnya yang gue tunjukkan. Kemudian orang-orang tersebut secara cepat labelling diri gue dengan ‘ini’ dan ‘itu’. Pada akhirnya mereka jadi mengenal gue dengan label yang diberikan oleh meeka itu.

Sorry if I found some difficulties about expressing it with words, but if you’ve ever through this phase too, I bet you know how irksome it feels.

You May Also Like

0 comments